Rabu, 17 Desember 2014


Catatan Kaki

a. Pengertian Catatan Kaki
Yang dimaksudkan dengan catatan kaki atau footnote adalah catatan yang ditulis di akhir halaman dengan maksud memberikan berbagai keterangan tentang paparan yang dikemukakan sebelumnya. Keterangan yang dikemukakan pada catatan kaki ini bisa menyangkut paparan sebelumnya di halaman yang sama bisa juga untuk beberapa halaman sebelumnya dalam satuan bab dari tu­lisan. Untuk hal yang kedua itu dimaksudkan bahwa catatan kaki ditulis setelah uraian sebuah bab selesai.

b. Fungsi Catatan Kaki
Catatan kaki pada umumnya merupakan catatan tentang sumber dari mana informasi atau petikan yang dikemukakan dalam tulisan dipungut. Na­mun, bisa juga berupa keterangan tertentu dari tulisan. Dengan begitu, cata­tan kaki memiliki beberapa fungsi seperti berikut:
1)    untuk menyatakan sumber informasi yang dikemukakan dalam teks;
2)    untuk memberikan keterangan atau penjelasan yang panjang lebar tentang yang dikemukakan dalam teks;
3)    untuk menyatakan kejujuran penulis;
4)    untuk memberikan panduan kepada pembaca yang bermaksud mencari informasi lanjutan tentang apa yang ditulis dalam teks;
5)    untuk memperkokoh kebenaran informasi dalam teks;
6)    untuk memperkuat kepercayaan pembaca terhadap informasi yang dikemukakan dalam teks.

c. Penunjukan Sumber Rujukan
Ada tiga cara penunjukan sumber rujukan tulisan ilmiah. Pertama, penunjukan sumber dengan menggunakan catatan kaki atau footnote. Cara pe­nunjukan ini cenderung tidak lagi digunakan. Kedua, cara catatan kaki khusus, dan cara ketiga berupa penulisan petikan. Cara yang ke­tiga ini yang sekarang banyak digunakan.
1) Penulisan Catatan Kaki
Berdasarkan teknik pencatatannya, catatan kaki terdiri atas empat jenis, yakni catatan kaki lengkap, ibid., loc.cit., dan op.cit.
Catatan kaki lengkap yakni catatan kaki yang terdiri atas penulis, tahun, judul tulisan (buku, disertasi, artikel, dan lain-lain), kota, penerbit, halaman. Cara ini digunakan untuk mengawali penggunaan singkatan ibid, loc.cit, op. cit.


Contoh catatan kaki lengkap:

1.    Chaer, Abdul. Kamus Idiom Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
2.    Chaer, Abdul. 1988. Semantik: Pengantar Studi tentang Mak­na. Bandung: Sinar Baru.
3.    Djalal, Dino Patti. (Tanga tahun). Harus Bisa, Seni Memimpin ala SBY. Jakarta.
4.          Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Ende-Flores: Nusa Indah.

(Angka-angka: 1, 2, 3, 4 adalah angka yang menyatakan nomor catatan kaki)

Ibid. merupakan singkatan dalam bahasa Latin dari kata ibidem. Penger­tiannya adalah pada tempat yang sama. Singkatan ini digunakan apabila catatan kaki ini merujuk pada sumber yang sama dan halaman yang sama dan yang terdekat di atasnya (yang telah disebutkan). Jika halarnannya ber­beda maka singkatan ibid. dilengkapi dengan halaman.
Contoh:
5.        Ibid.
6.        Ibid. hal. 3
(Sebelum ibid. tidak ada sebutan penulis ataupun judul buku.)

Loc.cit. merupakan singkatan dalam bahasa Latin dari kata loco citato. Pengertiannya adalah pada tempat yang telah dikutip. Singkatan ini diguna­kan untuk menyatakan bahwa sumber informasi sama, halaman sama namun sudah terhalang sumber lain.
Contoh:
7.     Djalal. loc.cit.
8.     Keraf. loc.cit. hal. 21

Apabila dari seorang penulis telah dicantumkan beberapa karyanya, maka sebelum singkatan loc.cit. cantumkanlah dahulu nama penulis dan judul karya tulisnya. Jika halamannya berbeda maka singkatan loc.cit dileng­kapi dengan nomor halaman.
Contoh:
9.     Chaer. Kamus Idiom Bahasa Indonesia. loc.cit. hal.18


Op.cit. merupakan singkatan dalam bahasa Latin: opere citato. Penger­tianya adalah pada karya yang telah dikutip. Singkatan ini digunakan jika ku­tipan dipetik dari sumber yang sama yang telah disebutkan lebih dahulu de­ngan halaman yang berbeda. Dengan begitu, maka setelah singkatan op.cit. selalu dicantumkan nomor halaman. Jika dari penulis yang sama ada dua sumber atau lebih yang sudah dicantumkan maka sebelum singkatan op.cit. cantumkanlah nama dan judul tulisan.
Contoh:
10.   Keraf. Narasi don Deskripsi. Op.cit. hal. 27

Penggunaan catatan kaki dengan singkatan-singkatan di atas selalu dida­hului catatan kaki lengkap yang terdiri atas nama penulis, tahun, judul tulisan, kota, penerbit. Contoh catatan kaki di bawah ini berada dalam satu deretan sistem penulisan catatan kaki. Artinya, singkatan-singkatan ibid., loc.cit., dan op.cit. diterapkan sebagaimana mestinya.

1.      Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah Populer. Hal. 3.
2.       Ibid.
3.       Ibid. hal. 6.
4.       Richards, Jack C. and Richard W. Schmidt. 1983. Ed. Language and Communication. hal. 36
5.      Parera.1982. Belojor Mengemukakan Pendapat. hal. 12
6.       Ibid.
7.       Ibid. hal. 27.
8.       Soeseno, Slamet. op.cit. hal. 54.
9.       Richards, Jack C. and Richard W. Schmidt. loc.cit. hal. 21
10.    Chaer, Abdul. 1990. Penggunaan Preposisi don Konjungsi Bahasa Indonesia. hal. 45.
11.    Soeseno, Slamet. loc.cit.
12.    Chaer,. 1990. Semantik Bahasa Indonesia.
13.    Ibid.
14.    Ibid. hal.9
15.    Brown, Douglas. 1994. Teaching by Principles.
16.    Chaer. Semantik Bahasa Indonesicl.op.cit. hal.27
17.    Brown. loc.cit. hal. 36
18.    ibid.



2) Catatan Kaki Khusus
Disebut cara khusus, karena cara penulisan catatan kaki ini berbeda dengan cara pertama (menggunakan singkatan-singkatan). Catatan kaki cara khusus ini terdiri atas tiga jenis, yakni cara penggunaan penulisan referensi lengkap (Nama, tahun, judul, data penerbitan), cara penggunaan singkatan, dan hanya ibid., dan penggunaan keterangan-keterangan yang kadang-kadang panjang lebar. Karena banyaknya keterangan yang perlu dijadikan referensi, cara catatan kaki khusus merupakan cara yang paling baik, seperti yang digunakan Richard L. Johannesen dalam tulisannya Ethics in Human Communication. (Malik, Dedy Djamaluddin dan Deddy Mulyana. (ed. terjemahan). Etika Komunikasi.
Contoh:
1.      John C. Merrill, The Imperative of Freedom (New York: Hastings House, 1974), Bab 8-10, khususnya him. 170-173.
2.     Yoseph Fletcher, Situation Ethics: The New Morality (Philadelphia: Westminter Press,1967). Mengenai beberapa pro dan kontra terhadap pandangan Fletcher, lihat Harvey Cox, (ed.), The Situation Ethics Debate (Philadelphia: Westminter Press, 1968).
3.      Misalnya, Fletcher, Situation Ethics, him. 51, 79, 103.
4.      lbid, hlm.127-128
5.      lbid, him. 26, 30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar